Taken from https://www.facebook.com/notes/bangun-gunungsari/karan-metropolis-tempoe-doeloe/330778583651250
Dulu ketika masih kecil semasa SMP sering kalau saya main dan menginap di rumah kawan-kawan saya di daerah "tengahan" (daerah Mudung, Krangkong dan Sugihwaras yang ada di kecamatan Kepohbaru) banyak dari orang2 tua atau kakek/nenek kawan saya ketika bertanya, "Omahmu ndi le ?" jawab saya,"Karan - Gunungsari mbah.". Lantas mereka menyahut,
"Oh, cah kutho yo (anak kota ya) ?". Saya hanya tersenyum dan jujur bingung mendengarnya. Cah kutho ? Kok bisa ya padahal Gunungsari (Karan khususnya) kan masih ndeso ?
Dari pengalaman saat itu ketika ditanya orang - orang tua di daerah kawan saya terus menjadi tanda tanya buat saya sampai sekarang. Akhirnya saya coba untuk mencari tahu kenapa mereka berkata seperti itu.
Setelah sekian lama saya tinggal dan pulang dari merantau saya bergabung dengan komunitas di desa yang bergerak dibidang Kebudayaan dan lingkungan hidup (Suket-Red). Dari situlah saya mulai menggali banyak sejarah yang kebetulan memang menjadi kebutuhan saya saat belajar tentang kebudayaan dan filsafat, mulai dari sejarah dunia sampai indonesia yang akhirnya mengerucut pada sejarah lokal. Sejalan dengan itu pertanyaan yang muncul dibenak saya ketika masih kecil pun menjadi sebuah stimulus tersendiri, akhirnya dari beberapa sumber arsip desa yang saya tanyakan pada Pak Carik (Sekretaris Desa) dan cerita-cerita sesepuh Gunungsari (saksi sejarah) seperti Mbah hasyim dan Mbah Nawi juga dari situs peninggalan atau reruntuhan bangunan yang ada akhirnya saya mulai memahami kata-kata orang-orang tua di daerah kawan saya kenapa mereka menyebut saya "Cah Kuto".
Di era penjajahan Belanda sampai Jepang ternyata area Gunung dan Sendang Gong¹ sampai Masjid Al Muawananah (masjid tengah) teryata dulu adalah kompleks industri tepung (ada pula yang mengatakan pabrik gula) milik pemerintah Hindia Belanda, Eropa (PMA) dan Etnis China.
Pada masa itu dari area Masjid tengah sampai ke sendang banyak dibangun pemukiman dan perkantoran pabrik yang cukup modern, karena pada saat itu telah dilengkapi dengan listrik, pemandian dan SPBU. Sendang Gong dulu adalah tempat pemandian untuk para pegawai (Eropa) dan orang China, hal ini di buktikan dari nama - nama Cublik'an (sekat atau ruang di pemandian) seperti Sendang Singkek, Sendang Lanang, Sendang Wedok dan Sendang Lirang. Hal ini juga diperkuat jika kita melihat ke dasar sendang saat airnya surut maka akan nampak sekat-sekat antar sumber air yang mengandung belerang dengan yang tidak karena pada sekitar tahun 1971 - 1972an Sendang Gong dipugar dan direhab sampai jadi seperti yang sekarang oleh proyek pembangunan dari propinsi Jawa Timur². Sisa-sisa sejarah juga bisa kita dapati pada pondasi - pondasi bangunan lama yang dulu masih ada di depan masjid tengah atau depan MI Muhammadiyah (dulu ketika saya masih sekolah disitu banyak terdapat sisa pondasi dari besi dan cor yang besar - besar). Bukti sejarah juga dapat kita lihat di area gunung, di sana masih ada sisa bangunan yang oleh masyarakat sekitar sering disebut "Benteng" padahal sebenarnya itu adalah pintu air untuk turbin pembangkit listrik pabrik dan perumahan orang-orang Belanda - Eropa, hal ini diperkuat juga dengan adanya Bong yang memiliki Drainase (gorong-gorong) yang luas. jadi dahulu kala area ladang jagung yang sekarang ditanami pohon jati sebenarnya adalah bendungan atau waduk kecil. Pabriknya sendiri dibangun di atas Gunung dan di bawah Gua (sebelah timur) dengan bukti yang masih ada sampai sekarang yaitu reruntuhan tembok pabrik, Rel kereta api juga dibangun diatas gunung (semasa kecil saya masih ada sisa-sisanya) besar kemungkinan rel itu terhubung dengan rel kereta api lama yang melintas di desa Gajah sampai ke Tuban yang mengakut hasil pertanian dan perkebunan (tebu), dua cerobong asap yang oleh masyarakat disebut "Sumur" di atas Gunung juga masih bisa kita lihat sekarang. untuk melengkapi kegiatan transportasi dan Industrinya pemerintah Belanda (ada yang mengatakan era Jepang)³. Juga membuat SPBU/Pom yang letaknya di perempatan jalan sendang - Kemiri RT.14 (sekitar warung pak Nardi). saya pernah bertanya pada beberapa saksi sejarah kenapa Gunungsari dipilih menjadi pusat industri Belanda - Eropa? Salah satu alasan dibangunya pusat industri di Gunungsari adalah karena topografi daerah yang berbukit (pabrik dibangun di dalam Gua untuk menghindari musuh saat perang) dan dekat dengan sumber mata air.
Nah, dari penggalian sejarah desa inilah akhirnya saya sadar teryata dulu daerah Gunungsari - Karan memang adalah kota metropolis di eranya karena disini sudah dibangun infrastruktur dan tata kota yang sedemikian rupa mulai dari listrik, drainase, jalan dan irigasi beserta kompleks industri tepung lengkap dengan perumahan elit Eropa dan etnis China. Ketika kota Babat masih "gelap gulita" di kala malam Gunungsari - Karan sudah terang dengan lampu-lampu listrik dan segala hiruk pikuk Industrinya, oleh karena itu wajar jika orang tua kawan saya bilang "wahh.. Cah kutho yo ?.."
¹ Dinamakan sendang Gong karena salah satu sumber air terbesarnya ditutup dengan Gong saat nyadran (ritual sedekah Bumi) oleh nenek moyang masyarakat setempat.
² Dari cerita beberapa sesepuh saat pembangunan tanggul disekitar area sendang dulu sempat terjadi kebingungan karena para pekerja direpotkan dengan sumber air yang tidak mau kering saat dikuras dengan mesin diesel yang akhirnya mereka menyumbat sumber mata air dengan ijuk (sabut kelapa).
³ Hal ini saya dengar dari cerita mbah Nawi (saksi dan pelaku sejarah) saat ngopi bersama di warung Pak Nardi Garudo.
* Di olah dari berbagai sumber dan saksi sejarah
Mosok?
BalasHapusEneng py wong mudung seng ngarani karan iku kota?